MENEMUKAN KRITERIA ORANG TUA SALEH (1)
KESALEHAN anak merupakan takdir Allah subhanahu wata'ala. Sebagai orang tua kita tidak memiliki otoritas menjadikan mereka saleh kecuali hanya sekedar berikhtiar dan berdo'a maksimal. Salah satu bentuk ikhtiar itu adalah menata diri menjadi pribadi-pribadi yang saleh agar dapat menularkannya kepada anak-anak melalui proses pendidikan.
Bagaimana menjadi orang tua yang saleh itu ? Berikut ini pembahasan mengenai beberapa kriteria orang tua saleh menurut tuntunan al Qur'an dan as Sunnah.
1. Tidak Menjadi Orang Tua Durhaka
Anak adalah titipan Ilahi. Mendidiknya merupakan upaya menjaga titipan tersebut. Mendidik anak bukan pilihan, mau atau tidak mau, bisa atau tidak bisa. Akan tetapi, sebagai kewajiban bagi setiap orang tua. Maka, siap atau tidak siap, ketika telah diamanahi anak, siapapun dibebani kewajiban tersebut. Allah subhanahu wata'ala berfirman :
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...". (QS. At Tahrim :6).
Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhu, seperti dinukil oleh Ibu Katsir (Tafsir al Qur'anul Azhim, IV : 1917) menafsirkan ayat tersebut dengan, "Berilah mereka pendidikan dan pengajaran". Adapun pendidikan apa yang harus diajarkan kepada mereka, dapat diketahui dari penafsiran Qatadah masih dalam tafsir yang sama, "Perintahkanlah mereka untuk taat kepada Allah, cegah mereka dari bermaksiat kepada-Nya. Perintahkan dan bantu mereka untuk melaksanakan perintah Allah. Apabila melihat mereka bermaksiat kepada Allah, hentikan dan cegahlah".
Berdasarkan ayat ini, orang tua berkewajiban mendidik anak untuk taat kepada Allah subhanahu wata'ala dengan melaksakan perintah-perintah-Nya dan tidak bermaksiat kepada-Nya.
Ketika anak tidak mau beribadah kepada Allah, orang tua wajib mengingatkannya. Begitupun ketika mereka berbuat maksiat, wajib bagi orang tua untuk menghentikannya. Apabila mengabaikan perintah tersebut, maka tentu orang tua telah berbuat dosa, bahkan dikategorikan sebagai orang tua yang durhaka kepada anaknya.
Pernah suatu ketika seorang laki-laki datang mengadu kepada Umar bin al Khaththab radiyallahu anhu bahwa anaknya telah berbuat durhaka kepadanya. Kemudian Umar mendatangkan anak tersebut untuk mengingatkannya, bahwa ia telah mendurhakai bapaknya, dan melupakan hak-hak bapaknya.
Anak itu bertanya kepada Umar, "Wahai Amirul mukminin, bukankah anak pun mempunyai hak-hak dari bapaknya ?"
Umar menjawab, "Ya tentu !" Anak itu bertanya, "Apakah hak-hak itu wahai Amirul mukminin ?"
Umar menjawab, "Memilihkan ibunya, memberikan nama baik kepadanya, dan mengajarkan al Qur'an".
Anak itu berkata, "Wahai Amirulmukminin, sesungguhnya ayahku belum pernah melaksanakan satu pun di antara semua hak itu. Ibuku adalah seorang bangsa Ethiopia, janda seorang Majusi, mereka telah menamakan aku "Si kumbang kelapa", dan belum pernah mengajarkan satu huruf pun dari al Kitab (al Qur'an)".
Kemudian Umar menoleh kepada laki-laki itu dan berkata, "Engkau telah datang menghadapku untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau pun telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu". (Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, I : 383-384).
Kisah Umar ini mengingatkan kita, bahwa ketika anak-anak jauh dari nilai-nilai agama dan tidak menaati orang tua, jangan terburu-buru untuk menyematkan label "anak durhaka" kepada mereka. Boleh jadi mereka seperti itu karena kita telah terlebih dahulu mendurhakai mereka, yaitu tidak memberikan pendidikan agama yang baik atau maksimal kepada mereka. Wallahu a'lamu bish shawwaab.
Penulis : Iin Rosliah
Komentar
Posting Komentar