PENYEBAB DAN OBAT DENGKI

 A. Penyebab Munculnya Dengki 

Ibnu Qudamah al Maqdisi menyebutkan beberapa sebab dengki, diantaranya : 

● Yang paling parah adalah permusuhan dan kebencian.  Orang yang disakiti/diganggu oleh orang lain karena suatu sebab, lalu diselisihi dalam tujuannya, maka hal itu akan membuat hatinya marah sehingga tertancaplah di dalam jiwanya kedengkian.

Dengki itu membutuhkan pelampiasan. Maka, setiap kali musuhnya ditimpa cobaan, dia bergembira karenanya dan menganggap hal itu sebagai balasan dari Allah. Namun, ketika musuhnya mendapat kenikmatan, dia merasa tidak suka.

● Kesombongan. Ketika rival-rivalnya mendapatkan harta atau kedudukan, ia khawatir rivalnya tersebut bersikap sombong terhadapnya, sedangkan ia tidak bisa menandingi atau mengunggulinya.  Hal ini tak jauh berbeda seperti kedengkian orang-orang kafir terhadap Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Allah berfirman :

"Dan mereka berkata, 'Mengapa al Qur'an ini tidak diturunkan kepada seseorang yang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini ?" (,QS. Az Zukhruf : 31).

Mereka heran dan tak habis pikir, mengapa yang menerima kerasulan bukan orang yang seperti mereka ? Karena itu mereka pun dengki dan iri.

● Cinta pada kedudukan dan kehormatan. Contohnya, seseorang yang tidak mempunyai tandingan dalam salah satu disiplin ilmu, sehingga dia mendapat limpahan sanjungan dan pujian serta dialah satu-satunya yang menguasai ilmu tersebut. Jika dia mendengar ada orang lain di suatu pojok dunia yang menjadi saingannya, maka hal ini membuatnya risau, lalu ingin agar saingannya tersebut mati atau hilangnya nikmat dari orang tersebut, baik berupa ilmu, ibadah, keberanian, inovasi, kekayaan, atau yang lainnya. Hal itu tidak lain karena didorong kecintaan pada kedudukan.

Para ulama dari kalangan Yahudi mengingkari pengetahuan mereka terhadap Nabi shallallahu alaihi wasallam dan tidak mau mengimaninya karena mereka takut kehilangan kekuasaan. 

● Jiwa yang kotor dan kikir terhadap hamba-hamba Allah yang lain. Engkau akan mendapati ada orang yang tidak sibuk dengan kedudukan dan kesombongan. Namun, manakala dia dikabari tentang baiknya kondisi seseorang dari hamba-hamba Allah karena diberi kenikmatan yang banyak, hal itu membuatnya galau.

Tetapi, jika dikabari kacaunya urusan orang lain dan kemalangan hidup mereka, dia merasa gembira. 

Dia kikir dengan nikmat Allah terhadap hamba-hambaNya, seakan-akan mereka mengambil nikmat itu dari harta dan simpanannya.

 (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 206).

B. Obat Dengki

Setiap penyakit ada obatnya, bukan hanya berlaku bagi penyakit lahir (fisik), namun juga juga untuk penyakit batin (hati).

Penyakit hati tidak dapat disembuhkan, kecuali dengan ilmu dan amal. 

● Ilmu

Ilmu yang bermanfaat untuk (mengobati) penyakit dengki adalah  mengetahui sebuah kenyataan bahwa dengki itu sangat berbahaya bagi agama dan dunia.

 Sementara orang yang didengki tidak mendapatkan bahaya apapun dalam hal keduniaannya atau agamanya. Bahkan, dia bisa mendapat manfaat dari kedengkian itu. Dan, kenikmatan tidak akan hilang dari orang yang didengki disebabkan kedengkian.

Tidak ada yang membahayakan orang yang didengki dalam urusan akhirat, karena dia sama sekali tidak berdosa karena didengki. Bahkan, bisa beroleh manfaat karena bisa dikatakan dia terzhalimi, apalagi jika kedengkian itu tercetus lewat perkataan atau perbuatan.

● Amal 

Obat dengan amal (perbuatan) yang bermanfaat adalah dengan memaksakan diri mengerjakan kebalikan dari apa yang diperintahkan rasa dengki. Jika rasa dengki memerintahkan untuk melakukan pembalasan dan mendendam orang yang didengki, maka jiwanya harus dipaksa untuk memuji orang yang didengki dan menyanjungnya.

Apabila rasa dengki menyuruhnya untuk bersikap sombong, maka dia memaksa jiwanya untuk bersikap tawadhu kepada orang yang didengki.

Jika rasa dengki itu memerintahkannya untuk menghentikan pemberian santunan kepadanya, maka dia harus memaksa dirinya untuk memberikan santunan yang lebih banyak lagi.

Inilah terapi yang sangat bermanfaat bagi sifat dengki, walaupun mungkin terasa pahit. (Disarikan dari Mukhtashar Minhajul Qoshidin, hal. 208).





Komentar

Postingan populer dari blog ini

BERSABAR TANPA BATAS

AMBISI HARTA BERBUAH SURGA

ETIKA BERBISIK