MENYAYANGI ANAK SESUAI TUNTUNAN SYARIAT

 DALAM sebuah hadis yang diterima dari Abu Hurairah radiyallahu anhu disebutkan bahwa Allah subhanahu wata'ala telah nenciptakan seratus rahmat. Satu bagian diturunkan-Nya ke dunia. Sedangkan sisanya, sembilan puluh sembilan bagian disimpan-Nya untuk diberikan kepada orang-orang mukmin di akhirat kelak. (Lihat shahih al Bukhari, no. 6000, shahih Muslim, no. 2752).

Dengan satu bagian itu, manusia bisa saling menyayangi, antar sesama saudara, sesama teman, anak terhadap orang tua, begitupun orang tua terhadap anak. 

Berbicara tentang kasih sayang orang tua terhadap anak, seringkali disalahfahami. Tidak sedikit orang tua yang merasa telah menyayangi anak ketika telah berhasil menenuhi segala kebutuhan dan  keinginan anak yang bersifat fisik materi.

Padahal, yang dibutuhkan oleh anak dari orang tuanya tidak melulu pemenuhan kebutuhan materi. Ada dimensi lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan, yaitu dimensi ruhani. 

Oleh karena itu, perlu kiranya para orang tua untuk menengok aturan Islam tentang bagaimana mewujudkan kasih sayang yang benar terhadap anak. Sehingga kasih sayang itu berbuah anak-anak yang yang mau beribadah, bukan anak-anak yang menentang Allah subhanahu wata'ala.

Berikut ini beberapa tuntunan Islam bagi orang tua dalam mengejawantahkan kasih sayangnya terhadap anak.

A. Mengungkapkan kasih sayang secara verbal

Setiap orang tua pasti menyayangi anaknya. Namun, adakalanya orang tua tidak mengungkapkannya secara verbal. Padahal, ini penting dilakukan untuk membangkitkan kecintaan yang bersemi  dalam hati. Syaikh al Utsaimin mengatakan, " Jika seseorang mengetahui kalau anda mencintainya, maka ia pasti mencintaimu, karena hati ini selalu terikat walaupun tidak terungkapkan oleh kata-kata". (Syarah Riyadhush Shalihin versi terjemah, 3 : 78).

Dari Anas radiyallahu anhu, ia berkata, "Ada seorang laki-laki yang berada dekat Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian seseorang melewatinya, lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai orang itu'. Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya, 'Apakah kamu sudah memberitahukan kepadanya?' Dia menjawab, 'Belum'. Beliau bersabda, 'Beritahukanlah kepadanya'. Kemudian ia menemui orang itu dan berkata, 'Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah'. Orang itu menjawab, 'Semoga Allah mencintaimu karena kamu telah mencintaiku karenaNya'". (HR. Abu Dawud).

Alangkah baiknya jika orang tua pun menyatakan kepada anaknya, "Nak, ibu/ayah mencintaimu karena Allah". "Nak, Ayah/ibu mencintaimu dunia akhirat".

B. Mendo'akan anak

Do'a orang tua merupakan salah satu do'a yang mustajab (dikabulkan). 

Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Ada tiga do'a yang tidak diragukan lagi akan diijabah, yaitu do' a orang tua, do'a musafir (orang yang sedang bepergian), dan do'a orang yang dizhalim. (HR. Abu Dawud).

 Orang tua yang menyayangi anak-anaknya, tentu sangat menginginkan kebaikan bagi mereka, baik untuk kehidupan dunianya maupun kehidupan akhirat. Maka, jaminan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ini semestinya mendorong para orang tua untuk senantiasa mendo'akan anak.

C. Memohonkan ampun kepada Allah dari dosa-dosanya

Sebagai manusia, adakalanya anak berbuat dosa, baik ketika bermuamalah dengan orang tua,  dengan manusia lainnya, atau yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah subhanahu wata'ala. Sepatutnya orang tua memohonkan ampunan bagi mereka, agar mereka terhindar dari murka Allah subhanahu wata'ala. 

Jadi, bukan hanya anak yang wajib memohonkan ampun bagi orang tua, namun orang tua pun harus melakukannya bagi anak. Ini sebagai salah satu wujud kasih sayang kepada anak. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh nabiyullah Ya'kub alaihissalam. 

"Ya'kub berkata  'Aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku. Sesungguhna Dia Mahapengampun lagi Mahapenyayang'". (QS. Yusuf :98).

D. Memberi nafkah yang halal

Nafkah itu ibarat terminal. Apabila berangkat dari sesuatu yang halal, maka akan kembali kepada yang halal/baik. Sebaliknya jika pemberangkatannya haram, maka kembalinya pun kepada yang haram.

Nafkah yang diberikan kepada anak akan mempengaruhi karakternya. Nafkah yang halal akan mendorong lahirnya perilaku yang baik. Sebaliknya, nafkah yang haram cenderung mendorong kepada lahirnya perilaku yang menyimpang. 

Allah subhanahu wata'ala berfirman :

"Wahai para Rasul, makanlah dari rezeki yang halal, dan kerjakanlah amal sholeh. Sungguh, Aku Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. Al Mukminun : 51).

Ibnu Katsir mengatakan, "Allah ta'ala memerintahkan kepada para Rasul semuanya untuk makan dari harta yang halal dan melakukan amal shaleh. Ini menunjukkan bahwa makan yang halal itu akan membantu lahirnya amal sholeh" (Tafsir Ibnu Katsir, 3 : 1273).


E. Mencium anak

Sesungguhnya Abu Hurairah radiyallahu anhu berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mencium Hasan bin Ali (cucunya) sedangkan di sampingnya ada al Aqra bin Habis at Taimiy sedang duduk. Al Aqra berkata, 'Sesungguhnya aku memiliki sepuluh anak, tapi aku tidak pernah mencium seorang pun dari mereka'. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  melihat kepadanya kemudian berkata, 'Siapa yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi (oleh Allah).'" (HR. Al Bukhari, no. 5997, Muslim no.2318).

F. Mengusap kepala/pipi anak

Dari Jabir bin Samurah, ia berkata, "Aku shalat zhuhur bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kemudian beliau kembali kepada keluarganya, aku pun mengikutinya. Anak-anak kecil menyambutnya, maka beliau mengusap dua pipi mereka satu persatu". Ia (Samurah) berkata, "Adapun aku, beliau mengusap pipiku...". (HR. Muslim no.2329).

G. Menyambut anak

Ketika kembali dari suatu perjalanan,  fisik pada umumnya dalam kondisi lemah, tidak fit sebagai efek dari lelahnya perjalanan. Kondisi ini tidak semestinya menjadikan kita merasa terganggu oleh serbuan anak-anak menyambut kedatangan kita. Suri teladan yang baik telah diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :

Dari Abdullah bin Ja'far radiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apabila kembali dari suatu perjalanan suka disambut oleh anak-anak kecil dari keluarganya. Abdullah berkata, suatu hari ketika beliau datang dari suatu perjalanan, aku disodorkan kepadanya, maka beliau langsung menggendongku, lalu salah satu putera Fatimah dibawa ke hadapannya, maka beliau menggendongnya di atas punggungnya. Kami memasuki Madinah di atas tunggangan beliau. (HR. Muslim no.2428).

H. Sayang terhadap anak tidak menghalangi penegakkan syariat

Menyayangi anak tidak boleh menjadi penghalang dalam melaksanakan hukum-hukum agama terhadap mereka. Seperti membangunkan anak untuk shalat subuh. Ada orang tua yang tidak tega melakukannya apalagi terlihat tidurnya pulas, dengan alasan sayang terhadap mereka. Padahal justru rasa sayang itu tidak boleh menghalangi kita untuk membangunkannya dan menyuruhnya shalat. Karena nenyayangi anak yang sesuai tuntunan Islam itu, bukan hanya memikirkan kebaikan dunianya, namun juga kebaikan untuk kehidupan  akhiratnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diketahui dalam sejarah begitu menyayangi Fatimah az Zahra, namun berkaitan dengan penegakkan syariat, dengan tegas beliau bersabda, 

"Demi Allah, andaikan Fatimah puteri Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya". (HR. Al Bukhari no. 3475). Wallahu a'lam bish shawwaab.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BERSABAR TANPA BATAS

AMBISI HARTA BERBUAH SURGA

TETAP BERKARYA DI MASA TUA