HANYA ADA SATU (1)
MEMANDANGI bayangan dirinya di depan cermin, Mira menyadari bahwa kini ia bukan lagi gadis remaja belia. Ia telah menjadi perempuan dewasa berusia kepala 3 plus 3. Mira menghela napas panjang.
"Hmmm, kenapa dalam usia sedewasa ini jodohku belum kunjung datang ?"Sebenarnya ketika usianya baru menginjak 20 tahun, oleh guru ngajinya pernah diperkenalkan dengan seorang laki-laki yang usianya dua tahun lebih tua. Namun, proses ta'aruf itu berhenti di tengah jalan, karena ketika itu ayahnya tidak memberikan lampu hijau. Rupanya ayahnya merasa khawatir, kandasnya pernikahan anak tetangganya yang ketika itu masih sangat muda, menimpa Mira.
Penolakan ayahnya berdampak secara psikologis pada Mira. Setiap kali guru ngajinya menanyakan kesiapannya untuk menikah, ia selalu menggelengkan kepala.
Ia lebih asyik bergelut dengan profesinya sebagai guru di sebuah madrasah tsanawiyyah di daerahnya. Hingga tak terasa usianya terus bertambah.
.............
"Teh Mira, udah siap nikah belum ?"
Santi, teman pengajiannya menatapnya sambil tersenyum.
Mira tidak menjawab. Ia hanya membalas pertanyaan temannya dengan senyuman.
"Ceritanya ada ikhwan nih Teh, udah siap nikah, udah punya penghasilan yang in syaa Allah cukup untuk bekal rumah tangga, lagi cari pasangan. Kalau Teh Mira siap, aku kenalin".
"Ehm...apa dia masih punya ibu ? Bagaimana sikapnya terhadap ibunya ?"
"Masih Teh, setahuku dia begitu hormat dan sayang banget sama ibunya. Emang kenapa dengan ibunya ?"
"Kalau seorang laki-laki menghormati dan menyayangi ibunya, maka ia akan hormat dan sayang pada isterinya".
"Bagaimana dengan salatnya ?"
"Setahuku dia selalu berjamaah di masjid, Teh".
"Alhamdulillah, bagiku salat itu menjadi tolak ukur baik buruknya agama seseorang".
"Gimana Teh, siap?"
"Ehm...ok...Teteh coba. Tapi, Teteh mau ketemu langsung, gak mau ta'aruf via photo, biar bisa ngobrol langsung, paling tidak dari obrolan itu Teteh bisa mengukur pola pikir dan cara pandang dia".
"Ok Teh...kalo gitu aku hubungi ikhwannya ya, kita janjian kapan waktu ketemuannya".
.......
Mira memandangi cermin, melihat bayangan dirinya yang mengenakan gaun putih pengantin. Akhirnya Allah menjawab doa-doanya yang senantiasa dipanjatkannya di akhir malam dalam sujud-sujud panjang.
Lelaki yang berwibawa, faham agama, dan seorang pembelajar kini dipertemukan menjadi jodohnya.
"Saya terima nikah dengan puteri Bapak, Almira Kusumawati dengan mahar buku Tarbiyatul Awlad fil Islam, dibayar tunai".
Hermawan, begitu nama lelaki itu, dengan lantang mengucapkan akad pernikahan.
Buku Tarbiyatul Awlad fil Islam adalah mahar yang diajukan oleh Mira. Sebelum Allah mengamanahinya momongan, ia ingin membekali dirinya dengan ilmu untuk mendidiknya
"Gimana sah?" tanya penghulu.
"Saaah", hadirin serempak menjawab. Semua mengucapkan tahmid karena akad pernikahan berjalan lancar.
Mira dan Hermawan kini telah sah menjadi sepasang suami isteri. Pesta pernikahan digelar dengan sederhana, tidak banyak tamu undangan yang hadir, hanya keluarga besar Hermawan, keluarga besar Mira, teman-teman dekat Mira, dan para tetangga .
Seminggu setelah pernikahannya, Mira diboyong ke tempat suaminya yang berjarak cukup jauh dari rumahnya. Masih berada dalam satu kabupaten, namun berbeda kecamatan.
Mira memandangi cermin, melihat bayangan dirinya yang mengenakan gaun putih pengantin. Akhirnya Allah menjawab doa-doanya yang senantiasa dipanjatkannya di akhir malam dalam sujud-sujud panjang.
Lelaki yang berwibawa, faham agama, dan seorang pembelajar kini dipertemukan menjadi jodohnya.
"Saya terima nikah dengan puteri Bapak, Almira Kusumawati dengan mahar buku Tarbiyatul Awlad fil Islam, dibayar tunai".
Hermawan, begitu nama lelaki itu, dengan lantang mengucapkan akad pernikahan.
Buku Tarbiyatul Awlad fil Islam adalah mahar yang diajukan oleh Mira. Sebelum Allah mengamanahinya momongan, ia ingin membekali dirinya dengan ilmu untuk mendidiknya
"Gimana sah?" tanya penghulu.
"Saaah", hadirin serempak menjawab. Semua mengucapkan tahmid karena akad pernikahan berjalan lancar.
Mira dan Hermawan kini telah sah menjadi sepasang suami isteri. Pesta pernikahan digelar dengan sederhana, tidak banyak tamu undangan yang hadir, hanya keluarga besar Hermawan, keluarga besar Mira, teman-teman dekat Mira, dan para tetangga .
Seminggu setelah pernikahannya, Mira diboyong ke tempat suaminya yang berjarak cukup jauh dari rumahnya. Masih berada dalam satu kabupaten, namun berbeda kecamatan.
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar