HANYA ADA SATU (2)

Mira kini tinggal di sebuah rumah mungil sederhana milik suaminya.  Karena mengikuti suami, ia pun memutuskan keluar dari madrasah tempatnya mengajar. Untuk sementara ia ingin off dulu dari kegiatan itu demi  menikmati kesibukan baru sebagai ibu rumah tangga.

Perkenalan dengan calon suaminya yang hanya berlangsung beberapa minggu, membuatnya kini harus banyak belajar memahami karakter dan kebiasaan-kebiasaan pasangannya. Ia harus belajar menerima perbedaan-perbedaan yang ada.

Selama masa adaftasi, perselisihan-perselisihan kecil ada saja terjadi. Mira yang apik, selalu meletakkan sesuatu pada tempatnya kadang dibuat jengkel oleh ulah suaminya yang menyimpan barang  semaunya. Sering ditemukan kaus kaki di atas meja, buku berantakan tidak pada tempatnya.

Kebiasaan suami menyimpan handuk basah di atas kasur, memaksanya untuk  ngomel.-ngomel. Kadang suaminya  tengah makan pun, permasalahan handuk basah di atas kasur masih dibahasnya.

Untungnya Hermawan lebih sering diam, tidak melayani kekesalan isterinya. Walaupun pernah ia berangkat kerja tanpa pamit karena kesal isterinya tidak berhenti mengomel.

Permasalahan-permasalahan  seperti itu seringkali  menguras energi Mira. Hatinya merasa dongkol, pikiran pun ikut mumet. Cape ia rasakan karena setiap hari harus berhadapan dengan kondisi seperti itu. Kebiasaan buruk suaminya itu dipandangnya sebagai kekurangan yang cukup fatal.
......

Kedatangan Teh Wida hari ini, membuat Mira termenung. Teh Wida adalah tetangganya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Sengaja datang menemuinya sekedar untuk curhat tentang suaminya.

"Teh, gimana ya aku tuh bingung menghadapi suamiku. Kalau Teteh telat memenuhi keinginannya, dia marah-marah dengan kata-kata yang kasar kadang sambil menendang. Kalau makan aja gak pake lauk yang diimintanya, piring langsung dilempar. Kalau lagi marah, beberapa hari gak pulang ke rumah, gak tahu nginepnya di mana. Udah beberapa bulan dia gak ngasih nafkah, hingga Teteh terpaksa bekerja sebagai tukang cuci. Teteh udah berusaha sabar, tapi kalau terus-menerus begini kayaknya gak kuat. Teteh mau minta pendapat Teh Mira, Teteh harus bagaimana  ?"
......

Curhatan Teh Wida tampaknya menyadarkan Mira, bahwa  seharusnya ia banyak bersyukur memiliki suami seperti Hermawan.  Sosok suami yang bertanggung jawab, mau bekerja mencari nafkah. Makan dengan lauk apa pun tidak pernah protes, apalagi marah-marah. Belum pernah mengeluarkan kata-kata kasar yang menyakitkan.  Memanggilnya dengan nama pun tidak pernah, ia selalu  memanggilnya "neng". Mira sadar, ia terlalu menuntut suaminya sempurna.

.......

"Assalamualaikum".

Terdengar suara suaminya mengucapkan salam. Pukul empat sore  merupakan jadwal rutin kepulangan suaminya dari tempat kerja.

Segera Mira bangkit memburu pintu.

"Wa alaikumus salam".

Dibukakannya pintu....dan...

"Aaaa..." Mira menubruk badan suaminya sambil menangis sesenggukan. Dipeluknya erat badan suaminya.

"Ada apa Neng, kamu sakit ?"

"Gak A...Aku...Aku... mau minta maaf. Selama ini Aku sering merasa kesal, ngomel-ngomel karena kesalahan Aa yang sepele. Aku sering menganggapnya sebagai kesalahan fatal. Aku terlalu menuntut Aa sempurna".

"Oh...udahlah,  dari dulu Aa udah memaafkan, gak usah dipikirkan. Yang penting... mulai saat ini handuk basah di atas kasur jangan menjadi bumerang bagi keharmonisan rumah tangga kita hehehe...".

Sambil mengelus kepala Mira, Hermawan meyakinkan bahwa selama ini ia tidak mempermasalahkan sikapnya itu. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BERSABAR TANPA BATAS

AMBISI HARTA BERBUAH SURGA

TETAP BERKARYA DI MASA TUA