TIDAK SEMUA YANG DIDENGAR HARUS DICERITAKAN
KETIKA dilahirkan, manusia telah dibekali dengan bermacam indera. Pendengaran salah satunya. Bahkan pendengaran merupakan indera yang pertama kali berfungsi pada manusia. Melalui pendengaran manusia mampu menangkap rangsangan berbagai bunyi dan suara.
Kemampuan mendengar seseorang akan berpengaruh pada kemampuan berbicaranya. Sehingga, ketika seseorang mengalami gangguan pendengaran, akan mengalami hambatan dalam kemampuan berbicaranya.
Mendengar dan berbicara bisa dikatakan merupakan satu paket. Seseorang akan mengatakan sesuatu sesuai dengan apa yang didengarnya. Baik buruknya apa yang dikatakan sangat dipengaruhi oleh baik buruk apa yang didengar . Seperti anak kecil, ia akan mengatakan sesuai dengan apa yang didengarnya, bahkan sekalipun tidak memahami maknanya. Oleh karena itu, orang dewasa harus memperdengarkan kata-kata yang baik, agar anak-anak menuturkan kata-kata yang baik pula.
Begitupun tidak jauh berbeda pada orang dewasa. Melalui lisannya akan mengatakan sesuatu sesuai dengan informasi yang didengarnya. Namun, berbeda dengan anak-anak, informasi yang disampaikan melalui lisan orang dewasa akan berdampak pada hubungannya dengan orang lain. Mungkin menjadi baik atau buruk. Tidak menutup kemungkinan pula menimbulkan kepanikan atau kegaduhan di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, ketika mendengar informasi dan ingin menyampaikannya kepada orang lain, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, pastikan informasi itu akurat, bukan hoaks. . Kedua, seberapa penting informasi itu disampaikan kepada orang lain.
Jadi, tidak setiap yang kita dengar mesti disampaikan kepada orang lain. Kebiasaan menceritaKan setiap yang didengar, oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dikategorikan sebagai sebuah kebohongan.
"Cukup seseorang dikatakan berdusta jika ia menceritakan setiap apa yang ia dengar". (HR. Muslim).
Mengutip Rumaysho.com, Iman an Nawawi rahimahillah membawakan hadis di atas pada Shahih Muslim dalam judul bab "Larangan Membicarakan Semua yang Didengar".
Dalam syarah Shahih Muslim ketika menjelaskan hadis di atas beliau menyatakan, :Seseorang bisa dikatakan berdusta, karena berita yang disampaikan bisa jadi ditambah-tambah. Adapun makna hadis dan asar yang ada dalam bab ini berisi peringatan membicatakan setiap apa yang didengar oleh manusia. Karena, yang didengar bisa jadi benar, bisa jadi dusta...".
Islam mengajarkan tabayyun (mengecek kebenaran) suatu informasi yang diterima agar ketika disampaikan tidak menjadi sebuah dusta.
"Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu". (QS. Al Hujurat : 6).
Dengan karakter lidah yang tidak bertulang menjadikannya mudah untuk berkata-kata. Maka, kita harus bersabar menahannya agar tidak gampang menceritakan setiap informasi yang didengar.
Komentar
Posting Komentar